Family business atau bisnis keluarga merupakan salah satu penopang perekonomian yang sangat penting. Menurut penelitian R. Beckhard & W. Gibb Dyer menyatakan bahwa 90% dari perusahaan besar di Amerika Serikat adalah bisnis keluarga atau perusahaan yang didominasi kelompok keluarga seperti Walmart, Berkshire Hathaway, Ford, Cargill, Dell, Oracle, Marriott, Levi Strauss, Kraft Group. Bahkan menurut Naisbitt & Aburdene hanya 30% dari seluruh bisnis keluarga yang bertahan sampai generasi kedua walaupun secara umum, bisnis keluarga akan berakhir tanpa kehadiran pendirinya.

Di Indonesia sendiri, mengacu data dari The Jakarta Consulting menunjukkan 88% perusahaan swasta nasional berada di tangan keluarga. Tragisnya, sebagian perusahaan keluarga tidak dapat bertahan ketika para pendirinya masih hidup walaupun banyak pula yang dapat bertahan dan berkembang sampai beberapa generasi. Di Timur Tengah, perusahaan keluarga lebih berpengaruh daripada korporasi. Menurut laporan yang diterbitkan PwC di tahun 2019, perusahaan keluarga memberikan kontribusi hamper 60% ke GDP Timur Tengah dan memperkerjakan 80% dari seluruh tenaga kerja.

Di China, 85,4% dari perusahaan swasta merupakan perusahaan keluarga dan lebih dari sepertiga perusahaan public yang tercatat di bursa dikendalikan oleh keluarga. Ini belum termasuk 34 juta perusahaan pribadi yang berdasar keluarga. Bahkan kekuatan bisnis keluarga melebihi BUMN China yang hanya berkontribusi 25% – 33% terhadap GDP China. Malah di sector manufaktur yang menyumbang 40% GDP, BUMN China hanya berkontribusi 20%. Hal ini juga menunjukkan bahwa peran perusahaan swasta China lebih besar daripada BUMN nya.

Di India, statistic menunjukkan bahwa 85% perusahaan di India merupakan bisnis keluarga dan memberi kontribusi hampir 70% GDP India. Dan perusahaan di India menghadapi tantangan untuk bisa bertahan selepas pendirinya tiada. Menurut data dari Confederation of Indian Industry, hanya 13% dari perusahaan keluarga yang bisa bertahan sampai generasi ke-3 dan hanya 4% yang bertahan lebih dari generasi ke-3.

Sementara di Eropa sendiri, hamper 80% perusahaan adalah perusahaan keluarga dimana bisnis keluarga bisa menyediakan lapangan pekerjaan sampai 50% dari keseluruhan tenaga kerja. Secara global, dari 750 perusahaan keluarga yang besar memberi 33,6 juta lapangan pekerja dan memiliki pendapatan sampai $ 10,3 trilliun atau jika dirupiahkan mencapai Rp 152.831,4 trilliun atau 137 kali APBN Indonesia.  

Ciri umum dari perusahaan-perusahaan ini adalah dimensi keluarga, di mana bisnis dan kepemilikan keluarga saling terkait. Bisnis keluarga bisa kecil, menengah atau besar, terdaftar atau tidak terdaftar. Menurut European Family Business (EFB) sebuah perusahaan, dengan ukuran berapa pun, adalah bisnis keluarga, jika: 

  • Mayoritas hak pengambilan keputusan ada pada orang perseorangan yang mendirikan perusahaan, atau milik orang perseorangan yang telah/telah memperoleh modal saham perusahaan atau dalam kepemilikan pasangan, orang tua, anak atau ahli waris langsung anak-anak mereka. 
  • Setidaknya satu perwakilan keluarga atau kerabat secara resmi terlibat dalam tata kelola perusahaan.
  • Perusahaan yang terdaftar memenuhi definisi perusahaan keluarga jika orang yang mendirikan atau mengakuisisi perusahaan (modal saham) atau keluarga atau keturunannya memiliki 25% hak pengambilan keputusan yang diamanatkan oleh modal sahamnya.

Sumber :

https://sjamsulharun.blogspot.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *